Model-model bisnis modern



 
PEMBAHASAN
      Model-model bisnis modern[1] 

1.      Model -model bisnis modern
Model bisnis adalah sesuatu yang menggambarkan dan menjelaskan megenai bisnis itu sendiri dengan tujuan agar bisa membantu dalam melakukan pertimbangan dan perubahan dan kemajuan bisnis secara professional. Model bisnis modern Bisnis dengan model modern/online atau digital itu sendiri memiliki arti yakni bisnis dengan sistem milik sendiri sesuka hati yang melakukan bisnis. Bisnis online yaitu bisnis berhubungan dengan internet, bisnis dengan memasang iklan penjual dengan blok atau website yang bisa di kunjungi via internet dan melakukan transaksi tampa bertemu penjual dan pembeli.
Penggunaan dengan model bisnis ini memiliki keuntungan yakni kita tidak perlu memikirkan biaya untuk membangun toko, sewa toko, sewa ruko dan lain sebaginya. Dengan model bisnis ini muncul kurang biayanya juga, yakni terkadang keuntungan itu tidak berjalan mulus terus. Dengan model seperti ini konsumen tidak dapat memastikan kualitas bahan dan segala yang berhubungan dengan barang.
Dalam konteks model bisnis modern yang lebih dipentingkan adalah mereka lebih peka terhadap kemampuan diri dan harapan, sehingga bisnis pada jenis ini lebih terbuka untuk berbagai dan membukan partisipasi secara teroganisir. Memulai sebuah bisnis memeang membutuhkan perencanaan yang matang. Bukan tentang modal dan pengeluaran, model bisnis pun harus ditentukan roda yang terus berputar pun membuat model bisnis mengalami evolusi.  Kini, bisnis bukan sekedar membuat sebuah komuditi dimana ada penjual dan pembeli. Sebagai contoh model-model bisnis modern yaitu:
1.      Gojek
Salah satu star up yang mengadopsi model bisnis ride-sharing yang merupakan salah satu bisnis modern yang sedang poopuler pada saat ini.

2.      Crowdsourcing
Menarik sekumpulan orang untuk memberikan konten secara gratis, dimana orang lain pun bisa menikmati konten secara gratis. Youtobe dan Wikipedia merupakan contoh perusahaan sukses dari model bisnis modern.
1.      Pay As You Go
Users hanya membayar sesuai meteran atau biaya yang tertera perusahaan Taxi konvensional yang pertama kali menciptakan model bisnis ini.
2.      Bisnis E-commerc
Pedagang secara online tampakanya memang cukup booming sejak saat ini sudah bermunculan banyak penjual online, baik mereka yang berlevel marketplace besar dan terkenal hingga pedagang kecil level dropship yang tak memiliki modal sama sekali. Bisnis e-commerce menjadi pilihan sesuai dengan budget yang anda miliki. Misalnya dengan memberikan bonus untuk pembelian dalam jumlah tertentu, gratis ongkir kirim, hingga pengadaan kuis untuk menarik calon konsumen.
3.      Bisnis E-Voucher
Saat ini banyak sekali masyarakat yang mencari voucher perawatan tubuh, hingga voucher hotel.
2.      Pengertian mal-business
Mal-business adalah model bisnis yang menekankan pertukaran informasi dan transaksi bisnis yg bersifat paperless, melalui Elektronic Data Interchange (EDI), email, electronic bulletin boards, electronic funds transfer dan teknologi lainnya berbasis jaringan. Pekembangan yang pesat dalam model bisnis ini ditunjang oleh tiga faktor pemicu utama, yaitu:
a)      Faktor pasar dan ekonomi seperti kompetisi yang semakin intensif, perekonomian global, kesepakatan dagang regional dan kekasaan konsumen yang semakin bertambah besar.
b)      Faktor sosial dan lingkungan seperti perubahan karakteristik angkatan kerja, deregulasi, pemerintah, kesadaran dan tuntutan akan praktek etis, kesadaran akan tanggung jawab sosial perusahaan dan perubahan politik.
c)      Faktor teknologi yang meliputi siklus hidup produk dan teknologi, inovasi yang muncul setiap saat.
Dengan demikian e-commerce dapat didefinisikan sebagai satu set dinamis tekologi, aplikasi dan proses bisnis yang menubungkan perusahaan, konsumen dan komunitas tertentu melalui transaksi elektronik dan perdangan baran, pelayanan dan informasi yang dilakukan secara elektronik. Keuntungan-keutungan dari e-commerce adalah meliputi revenuestream (aliran pendapatan) baru yang mungkin lebih menjanjikan yang tidak dapat ditemukan pada transaksi tradisional, dapat meningkatkan market exposure (pasang pasar), melebarkan jangkauan (globar reach), meningkatkan customer loyality mningkatkan value chain (mata lantai pendapatan).
Dalam perkembangannya e-business atau e-commerce kini telah memasuki gelombang kedua. Bila gelombang  pertama difokuskan kepada doing business on the internet, dimana bisnis atau perusahaan hanya memindahkan praktek bisnisnya ke dalam dunia digital (elektronik),maka pada generasi kedua memberlakukan changing business on the internet, yakni bisnis atau perusahaan mengembangkan cara-cara baru dalam berbisnis,yang belum dikenal sebelumnya dan sukar direalisasikan dalam lingkungan non-elektronik.
Dalam aplikasinya e-business harus ditunjang oleh beberapa pilar dan infrastruktur. Terdapat empat pilar utama e-business yang meliputi:
1.      Orang (people), meliputi pembeli, penjual, perantara, manajemen dan staf sistem informasi.
2.      Kebijakan publik (public policy) meliputi pajak, perundang-undangan.
3.      Standar teknis baik untuk dokumen keamanan, protokol jaringan, maupun pembayaran.
4.      Organisasi meliputi mitra bisnis, pesaing, asosiasi dan instansi pemerintah.

v  Praktek mal-business
Praktek mal-bisnis dalam pengertian mencakup semua perbuatan bisnis yang tidak baik, jelek, (secara moral) terlarang, membawa akibat kerugian, bagi pihak lain.[2] Praktek mal bisnis disebabkan adanya tiga hal yakni adanya kebatilan, kerusakan, kedzaliman sekaligus atau bersamaan. Sebaliknya adanya salah satu dari ketiga landasan di atas sudah dapat memasukkan suatu aktifitas dalam kategori praktek mal bisnis. Adapun jenis-jenis praktek mal bisnis dalam Islam yaitu:
A.    Riba
Menurut bahasa riba berakar dari kata ra-ba yang berarti ziadah (tambah) dan nama (tumbuh). Pertambahan dapat di sebabkan dapat di sebabkan oleh faktor internal maupun eksternal. Dalam al-quran terdapat beberapa kata yang seakar dengan kata riba meskipun kata-kata tersebut mempunyai sedikit perbedaan. Pada Surat Ar-Rad (13 ayat17) terdapat kata rabiyan yang berarti mengapung di atas “mengapung” dapat di pahami lebih tingginya sesuatu di atas permukaan air. Ada Surat al-haq (69 ayat 10) terdapat kata rabiyah yang berarti siksaan yang amat berat “siksaan” dapat di pahami bertambahnya derita yang tidak di kehendaki. Pada Surat al-baqarah (2 ayat 265) terdapat kata rabwah yang berarti dataran tinggi yang dapat di pahami sebagai dataran yang lebih tinggi dari tanah di sekitarnya. Pada Surat al-nahl (16 ayat 92) terdapat kata arba yang berarti lebih banyak. Dengan demikian dari pemahaman di atas dapat di ambil benang merah bahwa riba pada dasarnya merupakan suatu kelebihan yang di sengaja dari modal. Secara tegas riba di larang di antaranya dalam al-quran pada ayat 275-276 dan 278-279 surah al-baqarah.
Sedikit atau banyaknya riba, memang menjadi perdebatan. Hal ini di karenakan bahwa riba jahiliyah dengan jelas di larang adalah riba yang ad’afan mutha “mutha afah”, yakni yang berlipat ganda (al-imron 3 ayat 130). Tetapi bila di tinjau dari keseluruhan ayat-ayat tentang riba, seperti al-baqarah 2 ayat 275 yang mengharamkan riba, al-baqarah 2 ayat 276 yang menyatakan bahwah allah menghapuskan keberkatan riba dan demikian pulah al-baqarah 2 ayat 278-279 yang menegaskan terlarangnya riba meskipun kecil, menunjukkan bahwa tujuan ideal al-quran adalah menghapuskan riba sampai membersihkan unsur-unsurnya sekalipun.
Dengan demikian riba adalah suatu peroses bisnis yang terjadi dengan adanya keharusan kelebihan dari modal baik kelebihan ini di tetapkan di awal perjanjian maupun di tetapkan ketika si peminjam pada batas waktu yang di tetapkan belum memiliki kemampuan untuk menngembalikan piutangnya, sehingga dengan otomatis piutang itu menjadi berlebih dari sebelumya. Riba di larang oleh rasul memperlihatkan bahwa riba telah mengakibatkan penderitaan yang semakin berat bagi para pemimpin. Aktifitas riba selalu menampilkan orang kaya sebagai pemberi pinjaman dan orang miskin sebagai peminjam, dimana si peminjam mengalami kesulitan dan keberatan dalam peroses pengembalian piutangnya, oleh karna beban riba harus di tanggungnya. Dan praktek riba ini seperti juga praktek penimbunan, “pencegatan” mengarah pada peraktek monopoli yang menjauhkan manusia dari sifat tolong menolong.
Riba dengan demikian bertentangan dengan prinsip eknomi atau bisnis yang di tawarkan oleh rasul yang berpijak kepada asas kemanusiaan yang di wujudkan dalam bentuk tolong menolong. Riba merupakan subsistem ekonomi yang berperinsip menguntungkan kelompok tertentu tetapi mengabaikan kepentingan masyarakat luas. Al-quran hadir dengan nilai-nilainya untuk membangun kesejahteraan umat manusia yang seimbang anatar dunia dan akhirat antara individu dan masyarakat. Dalam aspek ekonomi dan bisnis, al-quraan menawarkan prinsip keadilan dan “kesucian” yaitu melarang kepemilikan harta yang terlarang dzat-nya (haram), terlarang cara dan peroses memperolehnya dan terlarang pada dampak pengelolahannya jika merugikan pihak lain (ada pihak yang menganiaya atau teraniaya).
B.     Mengurangi timbangan atau takaran
Pada dasarnya dalam sistem bisnis yang sederhana, alat timbangan atau takaran memaprkan peran penting sebagai alat bagi keberlangsungan suatu transaksi antara si penjual barang dan pembeli, yang barang tersebut bersifat material. Dalam perjalannanya, untuk mendukung sistem ini kemudian di kenal ukuran-ukuran tertentu seperti ukuran berat jenis dari ons hingga ton, dan takran literan. Pada kenyatannya, tidak sedikit penjual yang menggunakan alat timbangan atau alat takaran, karena bertujuan mencari keuntungan yang cepat, mereka melakukan kecurangan pada timbangan atau takaran. Al-quran secara tegas tidak membenarkan dan membenci perilaku ini dengan menyebutnya sebagai orang-orang yang curang.
Karena beratnya perilaku ini, maka al-quran melukiskan ancaman ini di dalam satu Surat makiyyah yaitu Surat al-muthaffifin. Dalam Surat ini secara jelas dan tegas berisi ancaman Allah terhadap orang-orang yang mengurangi hak orang lain dalam timbangan, ukuran dan takaran. Sangatlah jelas bahwa perilaku pengurangan takaran atau timbangan termasuk jenis peraktek mal bisnis karena terdapat unsur penipuan dengan sengaja mengurangi hak orang lain.


C.     Gharar dan judi
Gharar pada arti asalnya bermakna al-hatar, yaitu sesuatu yang tidak diketahui pasti benar tidaknya. Dari arti itu, gharar dapat berarti sesuatu yang lahirnya menarik, tetapi dalamnya belum jelas diketahui. Bisnis gharar dengan demikian adalah jual beli yang tidak memenuhi perjanjian dan tidak dapat di percaya, dalam keadaan bahaya, tidak di ketahui harganya, barangnya, keselamatannya, kondisi barang, waktu memperolehnya. Dengan demikian antara yang melakukan transaksi tidak mengetahui batas-batas hak yang di peroleh melalui transaksi tersebut. Dalam konsep fiqih termasuuk dalam jenis gharar adalah membeli ikan dalam kolam, membeli buah-buahan, yang masih mentah di pohon. Praktek gharar ini tidak di benarkan salah satunya dengan tujuan menutup pintu bagi munculnya perselisihan dan perebutan kedua belah pihak.
Adapun judi dalam bahasa Arab disebut al-maisir, alqimar, rahanahu fi alqimar li’bun qimar, mukaramah, maqmarah (rumah judi) termasuk dalam bentuk judi adalah model bisnis yang dilakukan sistem pertaruhan. Perilaku judi dalam proses maupun pengembangan bisnis dilarang secara tegas oleh al-quran. Judi atau al-maisir di tetapkan sebagai hal yang harus di hindari dan di jauhi oleh orang yang beriman bersama-sama dengan larangan khamar dan mengundi nasib, karena termasuk perbuatan syaitan, syaitan adalah makhluk pengoda manusia dapat di pahami sebagai symbol bagi kejahatan. Yang tidak dapat memberikan dan memerintahkan kecuali pada kejahatan. Syaitan adalah lawan dari ide kebajikan yang membawa kepada kecelakaan dan kesia-siaaan. Dalam al-quran disebutkan bahwa aktifitas syaitan memasukki setiap bidang kehidupan manusia dan karenanya manusia harus berjaga-jaga aktifitas syaitan terdiri dari tipu muslihat untuk membingungkan manusia sementara waktu atau selamanya untuk menghalangi kesadaran batin atau nurani manusia.
Dari sudut pandang bisnis, baik gharar maupun judi, tidak dapat memperlihatkan secara transparan memalui peroses dan keuntungan (laba) yang dapat di peroleh. Proses dan hasil dari bisnis yang dilakukan tidak bergantung kepada keahlian, kepiawaiain dan kesadaran melainkan di gantungkan pada sesuatu atau pihak luar yang tidak terukur pada konteks ini yang terjadi bukan upayah nasional pelaku bisnis, melainkan hanya sekedar utungan-untungan.

D.    penipuan (al-qabn dan tadlis)
Al-qabn adalah memebeli sesuatu dengan harga yang lebih tinggi atau lebih rendah dari harga rata-rata. Penipuan model al-qabn ini disebut penipuan bila sudah sampai taraf yang keji. Adapun penupuan tadlis adalah penipuan baik pada pihak penjual maupun pembeli dengan cara menyembunyikan kecacatan ketika terjadi transaksi. Dalam bisnis mdern perilaku qabn atau tadlis bisa terjadi dalam proses yang melaumpaui kewajaran atau wan prestasi.
E.     Penimbunan
Penimbunan adalah pengumpulan dan penimbunan barang-barang yang dilakukan dengan sengaja sampai batas waktu untuk menunggu tingginya harga barang-barang tersebut. Penimbunan atau al-ihtiar sangat di larang oleh Islam karena akan mengakibatkan kerugian pada pihak lain. Dengan demikian hal ini bertentangan dengan prinsip pokok daru fungsi kekhalifahan masusia di muka bumi. Dengan demikian disamping masyarakat, pemerintah mempunyai keharusan dalam melarang praktek Ihtiar. Dari sudut pandang ekonomi, ihtiar tidak di benarkan karena akan menyebabkan tidak transparan dan keruhnya pasar serta menyulitkan pengendalian pasar. Menimbun, membekukan, atau menahan dan menjauhkannya dari peredaran akan menimbulkan bahaya terhadap perekonomian dan moral. Perilaku penimbunan akan menimbulkan spekulasi yang berakibat pada kerugian pihak konsumen dan dapat menghancurkan stabilitas ekonomi umat.[3]

C.    Persaingan dalam etika bisnis islam
Etika bisnis Islam adalah akhlak dalam menjalankan bisnis sesuai dengan nilai-nilai islam, sehingga dalam melaksanakan bisnisnya tidak perlu ada kekhawatiran, sebab sudah diyakini sebagai sesuatu yang baik dan benar. Nilai etika, moral, susila atau akhlak adalah nilai-nilai yang mendorong manusia menjadi pribadi yang utuh seperti kejujuran, keadilan, kemerdekaan, kebahagian, dan cinta kasih. Apabila nilai etika ini di laksanakan akan menyempurnakan hakikat manusia seutuhnya. Setiap orang boleh punya seperangkat pengetahuan tentang nilai, tetapi pengetahuan yang mengarahkan dan mengendalikan perilaku orang Islam hanya dua yaitu al-quran dan hadis sebagai sumber segala nilai dan pedoman dalam setiap sendi kehidupan, termasuk dalam bisnis.  Etika atau akhlak mempunyai kedudukan yang sangat penting bagi kehidupan manusia, baik sebagai individu anggota masyarakat maupun anggota suatu bangsa. Kejayaan, kemulian umat dimuka bumi tergantung akhlak mereka, dan kerusakan di muka bumi tidak lain juga disebabkan oleh kebejatan akhalak manusia itu sendiri. Kehidupan manusia mmerlukan moral, tanpa moral kehidupan manusia tidak mungkin berlangsung.[4]
Etika bisnis islam merupakan etika bisnis yang mengedepankan nilai-nilai al-quran. Oleh, karena itu beberapa nilai dasar dalam etika bisnis islam yang di simpulkan dari inti ajaran islam itu sendiri antara lain:
1.      Kesatuan (Tauhid/unity)
Dalam hal ini adalah kesatuan sebagaimana terefleksikan dalam konsep tauhid yang memadukan keseluruhan aspek-aspek kehidupan muslim baik dalam bidang ekonomi, politik, sosial menjadi keseluruhan yang homogen, serta mementingkan konsep konsistensi dan keteraturan yang menyeluruh.Dari konsep ini maka islam menawarkan keterpaduan agama, ekonomi, dan sosial demi membentuk kesatuan. Atas dasar pandangan ini pula maka etika dan bisnis menjadi terpadu, vertikal maupun horisontal, membentuk suatu persamaan yang sangat penting dalam sistem Islam. Jika konsep tauhid diaplikasikan dalam etika bisnis, maka seorang pengusaha Muslim tidak akan:
Berbuat diskriminatif terhadap pekerja, pemasok, pembeli, atau siapapun dalam bisnis atas dasar ras, warna kulit, jenis kelamin atau agama.
Dapat dipaksa untuk berbuat tidak etis, karena ia hanya takut dan cinta kepada Allah swt. Ia selalu mengikuti aturan prilaku yang sama dan satu, dimanapun apakah itu di masjid, ditempat kerja atau aspek apapun dalam kehidupannya.
Menimbun kekayaan dengan penuh keserakahan. Konsep amanah atau kepercayaan memiliki makna yang sangat penting baginya karena ia sadar bahwa semua harta dunia bersifat sementara dan harus dipergunakan secara bijaksana.
2.      Kesimbangan (equilibrium/adil)
Islam sangat mengajurkan untuk berbuat adil dalam berbisnis, dan melarang berbuat curang atau berlaku dzalim. Rasulullah diutus Allah untuk membangun keadilan. Kecelakaan besar bagi orang yang berbuat curang, yaitu orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain meminta untuk dipenuhi, sementara kalau menakar atau menimbang untuk orang selalu dikurangi.
Kecurangan dalam berbisnis pertanda kehancuran bisnis tersebut, karena kunci keberhasilan bisnis adalah kepercayaan. Al-Qur’an memerintahkan kepada kaum muslimin untuk menimbang dan mengukur dengan cara yang benar dan jangan sampai melakukan kecurangan dalam bentuk pengurangan takaran dan timbangan. “Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya” (Q.S. al-Isra’:35).
3.      Kehendak Bebas (free will)
Kebebasan merupakan bagian penting dalam nilai etika bisnis Islam, tetapi kebebasan itu tidak merugikan kepentingan kolektif. Kepentingan individu dibuka lebar. Tidak adanya batasan pendapatan bagi seseorang mendorong manusia untuk aktif berkarya dan bekerja dengan segala potensi yang dimilikinya.
Kecenderungan manusia untuk terus menerus memenuhi kebutuhan pribadinya yang tak terbatas dikendalikan dengan adanya kewajiban setiap individu terhadap masyarakatnya melalui zakat, infak dan sedekah.
4.      Tanggung Jawab
Kebebasan tanpa batas adalah suatu hal yang mustahil dilakukan oleh manusia karena tidak menuntut adanya pertanggungjawaban dan akuntabilitas. untuk memenuhi tuntunan keadilan dan kesatuan, manusia perlu mempertaggungjawabkan tindakanya secara logis prinsip ini berhubungan erat dengan kehendak bebas. Ia menetapkan batasan mengenai apa yang bebas dilakukan oleh manusia dengan bertanggungjawab atas semua yang dilakukannya.

5.      Kebenaran, Kebajikan, dan Kejujuran
Kebenaran dalam konteks ini selain mengandung makna kebenaran lawan dari kesalahan, mengandung pula dua unsur yaitu kebajikan dan kejujuran. Dalam konteks bisnis kebenaran dimaksudkan sebagia niat, sikap dan perilaku benar yang meliputi proses akad (transaksi) proses mencari atau memperoleh komoditas pengembangan maupun dalam proses upaya meraih atau menetapkan keuntungan.
Dengan prinsip kebenaran ini maka etika bisnis Islam sangat menjaga dan berlaku preventif terhadap kemungkinan adanya kerugian salah satu pihak yang melakukan transaksi, kerjasama atau perjanjian dalam bisnis.
Rasululah SAW sangat banyak memberikan petunjuk mengenai etika bisnis yang dijadikan sebagai prinsip, di antaranya ialah:
Bahwa prinsip esensial dalam bisnis adalah kejujuran. Dalam doktrin Islam, kejujuran merupakan syarat paling mendasar dalam kegiatan bisnis. Rasulullah sangat intens menganjurkan kejujuran dalam aktivitas bisnis. Dalam hal ini, beliau bersabda:“Tidak dibenarkan seorang muslim menjual satu jualan yang mempunyai aib, kecuali ia menjelaskan aibnya” (H.R. Al-Quzwani). “Siapa yang menipu kami, maka dia bukan kelompok kami” (H.R. Muslim).















KESIMPULAN
Model bisnis adalah sesuatu yang menggambarkan dan menjelaskan megenai bisnis itu sendiri dengan tujuan agar bisa membantu dalam melakukan pertimbangan dan perubahan dan kemajuan bisnis secara professional. Bisnis nampaknya tidak dapat di pisahkan dari aktivitas persaingan. Islam menganjurkan umatnya untuk melakukan perlombaan dalam mencari kebaikkan.
Jika ini dijadikan dasar bisnis, maka praktek bisnis harus menjalankan suatu aktivitas persaingan yang sehat. Jika dikaitkan dengan kondisi saat ini dengan apa yang disebut dengan perdaganga bebas. Maka aktivitas bersaing dalam bisnis antara satu pembisnis dengan pembisnis lainnya tidak dapat di hindari.

DAFTAR PUSTAKA
Julian Erly, Etika Bisnis Dalam Persepektif Islam, 2016.
Fairini Lukman, Rekonstruksi Etika Bisnis Persepektif Al-quran
Muhammad, etika bisnis islam, unit penerbit dan percetakan akademik manajemen perusahaan YKPN,Yogyakarta.






















[1] Disusum Oleh Fika Lestari,Cici Wahyu saputri
[2] Lukman fairini, Rekonstruksi Etika Bisnis Persepektif Al-quran, 2003.  Hal 6
[3] Muhammad,etika bisnis islam, unit penerbit dan percetakan akademik manajemen perusahaan YKPN, Yogyakarta.hlm.236-242
[4] Erly Julian, Etika Bisnis Dalam Persepektif Islam, 2016. Hal 3 & 4

Komentar

Postingan Populer