TEORI PERAANAN LEMBAGA HISBA DALAM MENGATUR BISNIS


BAB II
TEORI PERAANAN LEMBAGA HISBA DALAM
MENGATUR BISNIS[1]


A.    Pengartian Hisba
Hisbah secara terminologi diambil dari kata HSB yang berarti menghitung (reckoning dan computing) berarti pula kalkulasi, berpikir (thinking), memberikan opini, pandangan dan lain-lain.[2] Sedangkan menurut John L. Esposito, kata hisbah secara harfiah berarti jumlah, hitungan, atau upah, hadiah, pahala. Namun, secara teknis, ia mengandung arti institusi negara untuk mendukung kebaikan dan mencegah kemungkaran (al-amru bi al-ma’ruf wa al-nahyu’an al-munkar).
Hisbah menurut pengertian syara' artinya menyuruh orang (klien) untuk melakukan perbuatan baik yang jelas-jelas ia tinggalkan, dan mencegah perbuatan munkar yang jelas-jelas dikerjakan oleh klien (amar ma'ruf nahi munkar) serta mendamaikan klien yang bermusuhan. Hisbah merupakan panggilan, oleh karena itu muhtasib melakukannya semata-mata karena Allah, yakni membantu orang agar dapat mengerjakan hal-hal yang menumbuhkan kesehatan fisik, mental dan sosial, dan menjauhkan mereka dari perbuatan yang merusak.[3] Panggilan untuk melakukan hisbah didasarkan kepada firman Allah SWT :
وَلۡتَكُن مِّنكُمۡ أُمَّةٞ يَدۡعُونَ إِلَى ٱلۡخَيۡرِ وَيَأۡمُرُونَ بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَيَنۡهَوۡنَ عَنِ ٱلۡمُنكَرِۚ وَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُفۡلِحُونَ ١٠٤

Artinya : Hendaknya ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar. Merekalah orang-orang yang beruntung. (QS. Al-Imran:104)

Bentuk amar ma'ruf dalam hisbah ialah menyuruh dan menghendaki kliennya mengerjakan yang ma'ruf, yakni semua hal yang dituntut syara, termasuk perbuatan dan perkataan yang membawa kemaslahatan bagi individu dan masyarakat, yang wajib maupun yang sunat. Sedangkan bentuk nahi munkar dalam hisbah ialah meminta klien menjauhi yang munkar, yakni semua yang dilarang syara`, termasuk perbuatan dan perkataan yang mendatangkan kesulitan bagi pribadi dan masyarakat.[4]
Mu’jam al Wasith menerangkan definisi hisbah sebagai sebuah lembaga yang dibentuk oleh negara Islam dengan mengangkat seorang kepala yang bertugas mengawasi urusan umum, harga dan adab umum. Berdasarkan definisi tersebut, setidaknya ada tiga poin penting mengenai institusi hisbah , yaitu:
1.      Bahwa hisbah adalah sebuah lembaga (departemen) yang secara khusus dibentuk oleh pemerintah.
2.      Tugas utamanya adalah melakukan amar makruf nahi mungkar
3.      Tugas hisbah yang lebih spesifik adalah mengawasi berbagai kegiatan ekonomi di pasar, menjaga mekanisme pasar berjalan normal dan tidak terdistorsi, dan melakukan tindakan korektif ketika terjadi distorsi pasar.

B.     Kewenangan Hisba dalam Mengatur Bisnis
Sebagaimana di kutip dari Dr. Jaribah dalam Fikih Ekonomi Umar Bin Khattab bahwa Hisbah merupakan cara pengawasan terpenting yang dikenal Islam pada masa permulaan Islam yang menyempurnakan pengawasan pribadi yang mempunyai kelemahan,untuk itu datanglah fungsi pengawas yang juga mengawasi tentang moral dan ekonomi.Lembaga ini memerintahkan kebaikan dan mencegah kemunkaran. Semua yang diperintahkan dan dilarang oleh syara’ adalah tugas muhtasib (petugas Hisbah) untuk mengawasi terlaksana atau tidak di dalam masyarakat. Ia memasuki hampir seluruh sendi kehidupan masyarakat. Kewajibannya tidak terbatas dalam hal perintah memakai jilbab, perintah melaksanakan orang yang lalai shalat jum’at, melarang berbuat maksiat dan kemungkaran, tetapi juga dalam bidang ekonomi, seperti mengawasi praktik jual beli dari riba, gharar, serta kecurangan, mengawasi standar timbangan dan ukuran yang biasa digunakan, memastikan tidak ada penimbunan barang yang merugikan masyarakat, mengawasi makanan halal, juga aspek social budaya, melarang kegiatan hiburan yang bertentangan dengan Islam, memberantas judi, minuman keras, dan lain-lain.
Menurut Al-Mawardi kewenangan lembaga hisbah ini tertuju kepada tiga hal yaitu :[5]
1.      Dakwaan yang terkait dengan kecurangan dan pengurangan takaran atau timbangan,
2.      Dakwaan yang terkait dengan penipuan dalam komoditi dan harga seperti pengurangan takaran dan timbangan pasar, menjual bahan makanan yang sudah kadarluarsa
3.      Dakwaan yang terkait dengan penundaan pembayaran hutang padahal pihak yang berhutang mampu membayarnya.
Adapun tugas lembaga hisbah adalah :
1.      Pengawasan terhadap kecukupan (stok) barang dan jasa di pasar.
Al-Hisbah melalui muhtashibnya harus selalu mengontrol ketersediaan barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat, misalnya kebutuhan pokok (sandang, pangan, papan, jasa kesehatan, jasa pendidikan, dan lain-lain).
2.      Pengawasan terhadap industri.
Dalam industri ini tugas muhtashib adalah pengawasan standar produk, ia juga mempunyai otoritas untuk menjatuhkan sanksi terhadap perusahaan yang terbukti merugikan masyarakat atau negara.
3.      Pengawasan atas perdagangan.
Muhtashib harus mengevaluasi pasar secara umum dan berbagai praktek dagang yang berbeda-beda secara khusus. Ia harus mengawasi timbangan dan ukuran, kualitas produk, menjamin pedagang dan agennya tidak melakukan kecurangan dan praktik yang merugikan konsumen.
4.      Perencanaan dan Pengawasan Kota dan Pasar.
Muhtashib berfungsi sebagai pejabat kota untuk menjamin pembangunan rumah atau toko-toko dilaksanakan sesuai dengan ketentuan hukum, sehingga memberikan keamanan bagi publik.
5.      Pengawasan terhadap keseluruhan pasar.
Muhtashib harus menjamin segala bentuk kebutuhan agar persaingan di pasar dapat berjalan dengan sehat dan islami, misalnya menyediakan informasi yang transparan bagi para pelaku pasar, menghapus berbagai retriksi untuk keluar dan masuk pasar, termasuk membongkar berbagai praktek penimbunan (ikhtikar).
Fungsi al Hisbah memang terfokus sebagai institusi yang mengawasi pasar, namun dari aplikasi dan data sejarah fungsi lembaga ini ternyata lebih luas dari sekedar pengawasan pasar. Sebenarnya lebih tepat lembaga ini disebut sebagai lemabaga otoritas pasar, karena hisbah bukan hanya mengawasi aktivitas pasar tapi juga berfungsi menyediakan fasilitas, infrastruktur  atau bahkan mengadili pelaku-pelaku pasar yang melanggar prinsip-prinsip syari’ah.
Al-Mawardi menyebutkan bahwa hisbah berfungsi menjamin berjalannya kebaikan pada saat tingkat kebaikan menurun, dan mencegah kejahatan pada saat tingkat kejahatan meningkat. Sementara itu secara singkat Rabah dalam buku Ibnu Taimiyah tentang Hisbah, menyebutkan bahwa fungsi Hisbah adalah mencegah perbuatan zalim. Jadi Hisbah bukan hanya institusi untuk ekonomi tapi juga untuk bidang hukum, yang kemudidan lebih di padankan pada lembaga kepolisian di dalam sebuah negara. Berdasarkan kajiannya Hafas Furqani ( 2002 ) menyebutkan beberapa fungsi Hisbah :[6]
1.    Mengawasi timbangan, ukuran dan harga.
2.    Mengawasi jual beli terlarang, praktek riba, maisir, gharar, dan penipuan
3.    Mengawasi kehalalan, kesehatan dan kebersihan suatu komoditas
4.    Pengaturan (tata letak) pasar.
5.    Mengatasi persengketaan dan ketidakadilan
6.    Melakukan intervensi pasar
7.    Memberikan hukuman terhadap pelanggaran
                 Al Hisbah dalam wacana ekonomi Islam ternyata bukan sekedar mengawasi pasar tapi bertugas menyediakan segala sarana dan prasarana yang menyebabkan pasar dapat semakin berkembang dan berjalan sesuai dengan syariat. Menurut Chapra (2001), dengan keberadaan Hisbah negara tidak perlu lagi khawatir untuk selalu mengintervensi pasar melalui Baitul Mal atau institusi lainnya, karena Hisbah sudah memaksimalkan perannya dalam menjaga kestabilan pasar baik secara fisik maupun secara syariah.

C.    Tugas Muhtasib
Hisbah adalah sebuah institusi yang menjaga amar makruf dan menjauhi kemungkaran. Hisbah dalam cakupan yang luas, mengatur segala jenis hal dalam kehidupan kemasyarakatan. Termasuk ekonomi di dalamnya. Ketika Hisbah berdiri tegak dengan perangkat-perangkatnya, maka Ekonomi dapat berjalan dengan lancar dan sesuai dengan syariatNya.[7]
Subyek pelaku, dalam hal ini pejabat yang bertanggungjawab atas lembaga hisbah ini disebut Muhtasib. Seorang Muhtasib adalah orang yang diangkat oleh penguasa atau wakilnya untuk memonitor urusan rakyat, melihat kondisi mereka dan melindung kemaslahatannya.[8] Hisbah berada dibawah tuntunan muhtasib yang bertanggungjawab “memelihara moralitas public dan etika ekonomi”.[9] Persyaratan seorang Muhtasib harus memiliki integritas moral yang tinggi dan kompeten dalam masalah hukum, pasar dan urusan industrial. Pejabat Hisbah punya standarisasi dan orang-orang terpilihlah yang akan menjalankan tugas sebagai petugas Hisbah.
Tugas menjadi Muhtasib adalah tugas yang berat. Tugas dimana segala sesuatu harus dijalankan dengan komprehensif. Muhtasib haruslah orang yang paham dalam kehidupan sosial terutama perdagangan atau perekonomian.
Tugas seorang muhtasib dapat dibedakan sebagai berikut[10]:
1.      Berhubungan dengan Hak – hak Allah.
Mencegah tindak kemungkaran dalam muamalah, seperti riba, jual beli yang batil, penipuan dalam jual beli, kecurangan dalam harga, timbangan serta takaran.
2.      Berhubungan dengan Hak-hak manusia
 Mencegah tindakan menunda-nunda dalam menunaikan hak dan utang.
3.      Berhubungan dengan layanan public.
a.       Menekankan pemilik hewan ternak untuk memberikan makan, dan tidak memanfaatkannya untuk pekerjaan yang tidak kuat
b.      Mengawasi transaksi pasar, jalan-jalan umum dan penarikan pajak.
c.       Memuliakan produsen sehingga produknya bisa bersaing.
Diantara tujuan muhtasib (pengawas) adalah berusaha mewujudkan keamanan dan ketentraman serta memberantas segala tanda-tanda kerusakan keduanya.[11] Derajat Pengukuran Hisbah; ada 10 (sepuluh) tingkatan tindakan Muhtasib menurut Imam Abu Hamid Al Ghazali yang harus dilakukan dengan benar dan penuh kesungguhan, yaitu:
1.      Mencari tahu tentang kemungkaran tanpa harus memata-matai atau memaksa orang untuk memberi informasi.
2.      Menasihati orang yang berbuat kedzaliman tersebut sebelum memberi hukuman.
3.      Melarang dan menasihati dengan kata-kata.
4.      Menggiatkan untuk takut yang sebenarnya pada Allah SWT.
5.      Mengingatkan dengan keras ketika kata-kata lembut sudah tidak mempan.
6.      Usahakan untuk membuat kemungkaran di jauhi secara fisik.
7.      Mewaspadai hal-hal yang mungkin akan buruk di masa yang bentar lagi datang, apalagi jika si pembuat kemungkaran belum sadar.
8.      Menjatuhi Hukuman Fisik tanpa menggunakan senjata untuk menghindari kerusakan atau darah tertumpah.
9.      Untuk memaksa regulasi, bisa lewat bantuan polisi juga untuk menuntut si pelaku kemungkaran dalam sistem konvensional ketika perangkat-perangkat sudah tegak dalam penerapan Hisbah, maka Hisbah akan sangat berperan dalam hal ekonomi.



D.    Peranan Lembaga yang Berwenang Mengatur Bisnis dengan Menggunakan Tinjauan Etika
Dalam sejarah perekonomian Islam, terdapat suatu lembaga yang dinamakan hisbah, yang tugasnya adalah memantau, mengawasi praktik-praktik kegiatan perekonomian yang tidak sesuai dengan kaidah al-Qur’an dan Hadist. Lembaga ini dapat membimbing jalannya kehidupan masyarakat kearah sesuai dengan al-Qur’an dan Hadist. Sehingga masalah kemiskinan dapat terpecahkan. Memang masalah kemiskinan adalah karena tidak dilakukannya kegiatan perekonomian sebagaimana yang diatur dalam al-Qur’an dan Hadist. Hisbah mempunyai peran yang sangat penting dalam Ekonomi (bisnis), yaitu:[12]
1.      Standarisasi Mutu yang cukup tinggi
Masyarakat khususnya kaum pedagang harus menyediakan barang terbaiknya karena hisbah juga mengatur tentang mutu barang yang ada di masyarakat. Ketika ada penipuan atau kecurangan mutu barang yang dilakukan oleh produsen dan mendzalimi konsumen, maka petugas hisbah siap bertindak. Kualitas barang harus sesuai dengan harga yang di tetapkan produsen dan yang dijanjikan oleh produsen kepada konsumen. Produsen pun tidak bisa menjiplak karya produsen lain, karena dengan adanya peniruan dalam karya produksi akan menyebabkan kerugian baik bagi produsen yang punya hak cipta atau bagi masyarakat pengguna. Dan jelas, penjiplakan yang mendzolimi dilarang dalam Islam.
2.      Regulasi perdagangan lebih teratur
Lembaga Hisbah mempunyai pengawas yang siap mengawasi setiap kezaliman dalam perdagangan, maka masyarakat akan cenderung hati-hati dalam berdagang. Apalagi ada dasar Al-Qur’an dan ketakutan yang tinggi pada Allah menjadikan masyarakat lebih jujur dalam berdagang, lebih jujur dalam menyediakan supply barang, tidak ada lagi penimbunan barang yang membuat peningkatan harga di masyarakat. Dengan adanya regulasi ini system perdagangan lebih terkendali.
3.      Terhindarnya ekonomi biaya tinggi
Dengan regulasi yang teratur juga akan menyebabkan biaya yang tercipta rendah karena tidak ada uang pungutan liar sana-sini yang biasa di pungut oleh pihak birokrat ataupun orang-orang yang ingin mengambil keuntungan diatas penderitaan orang lain.
4.      Harga yang terbentuk di masyarakat
Dengan adanya lembaga Hisbah ini harga yang terbentuk di masyarakat lebih stabil karena senantiasa ada pengawasan.Bila harga terlalu tinggi maka dapat diatur khususnya kebutuhan bahan pokok. Hisbah akan melindungi masyarakat dari harga yang mencekik yang umumnya di lakukan oleh perusahaan yang bermain secara monopoli.
5.      Kesejahteraan Masyarakat akan lebih merata
Ketika barang yang dibutuhkan masyarakat hadir secara cukup dengan harga yang layak, akan membuat masyarakat jauh dari kemiskinan dan dekat dengan kesejahteraan. Pendapatan dan kepemilikan barang akan cenderung merata atau distribusi merata. Sehingga gap atau kecemburuan sosial dapat di cegah.
6.      Kecerdasan masyarakat dalam Ekonomi
Yang berperan di Hisbah tidak hanya petugas hisbah saja, namun juga masyarakat umum. Karena pengaduan akan kedzoliman bisa saja di lakukan oleh masyarakat umum. Secara tidak langsung, masyarakat di buat untuk lebih punya pemahaman dalam hal ekonomi dan bisnis, agar tidak mudah untuk di dzolimi dan agar bisa membantu anggota masyarakat lain yang sedang terdzolimi.


PENUTUP

A.    Kesimpulan
Lembaga hisbah dijalankan untuk memastikan bahwa transaksi-transaksi yang ada di pasar tidak menyimpang dari nilai-nilai ajaran Islam dalam kegiatan-kegiatan ekonomi. Lembaga hisbah memiliki wewenang untuk memperingatkan, dan memberikan sanksi administratif terhadap pelaku ekonomi yang melakukan praktek-praktek yang di dapat. Pada masa khalifah Umar Ibn Khattab, peran pengawasan terhadap pasar dilakukan dengan melakukan inspeksi-inspeksi ke dalam pasar. Mengawasi praktek-praktek yang dapat menyebabkan distorsi pasar, dan juga memberikan sanksi terhadap pelaku pasar yang menyimpang dan membuat kekacauan kondisi pasar.
Pengawasan-pengawasan yang dilakukan untuk memastikan berjalannya ketentuan-ketentuan antara lain:
1.      Kebebasan masuk dan keluar pasar,
2.      Mengatur promosi dan propaganda,
3.      Larangan penimbunan barang,
4.      Mengatur perantara perdagangan,
5.      Pengawasan terhadap harga.
6.      Pengawasan terhadap barang impor
Menurut Al-Mawardi kewenangan lembaga hisbah ini tertuju kepada tiga hal yaitu:
1.      Dakwaan yang terkait dengan kecurangan dan pengurangan takaran atau timbangan.
2.      Dakwaan yang terkait dengan penipuan dalam komoditi dan harga seperti pengurangan takaran dan timbangan pasar, menjual bahan makanan yang sudah kadarluarsa
3.      Dakwaan yang terkait dengan penundaan pembayaran hutang padahal pihak yang berhutang mampu membayarnya.



B.     Daftar Pustaka

Ahmad Ibrahim Abu Sinn.Manajemen Syariah:sebuah kajian historis dan kontemporer.Jakarta:Raja Grafindo Persada.2006
Ali Sakti, Ekonomi Islam : Jawaban Atas Kekacauan Ekonomi Modern Jakarta : Paradigma & Aqsa Publishing, 2007
Antin Rakmawati. Implementasi Lembaga Hisabah dalam Meningkatkan Bisnis Islami. Jurnal: Malia, Volume 7, Nomor 2, 2016
Jaribah bin Ahmad al-Haritsi, Fikih Ekonomi Umar bin al-Khattab, ter. Asmuni Solihan Zamakhsyari, Jakarta: Khalifa, 2006
Lucky Enggrani Fitri, Peranan Wilyatul Hisbah dalam Pengawasan Pasar. Jurnal: Mankeu, Vol 1, No1, 2012
M. Umer Chapra, Masadepan Ilmu Ekonomi, sebuah tinjauan Islam, Jakarta: Gema Insani, 2001
Muhammad,Etika Bisnis Islami. Yogyakarta:UPP AMP YKPN.2004
Mustaq Ahmad, Business Ethics In Islam, terj. Indonesia: Etika Bisnis Dalam Islam oleh Samson Rahman, Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2001
Ririn Noviyanti. Tinjauan Hisbah dalam Kegiatan Perekonomian. Jurnal: Iqtishodia, Vol 2, No.1, 2017





[1] Kelompok 11; 1) Dewi Ardia Nengsi & Abdul Warta
[2] Mustaq Ahmad, Business Ethics In Islam, terj. Indonesia: Etika Bisnis Dalam Islam oleh Samson Rahman, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2001), h. 163
[3] Antin Rakmawati. Implementasi Lembaga Hisabah dalam Meningkatkan Bisnis Islami. (Jurnal: Malia, Volume 7, Nomor 2, 2016), h. 316
[4] Antin Rakmawati. Implementasi Lembaga Hisabah dalam Meningkatkan Bisnis Islami, h. 319
[5] Ririn Noviyanti. Tinjauan Hisbah dalam Kegiatan Perekonomian. (Jurnal: Iqtishodia, Vol 2, No.1, 2017), h. 73
[6] Ali Sakti, Ekonomi Islam : Jawaban Atas Kekacauan Ekonomi Modern ( Jakarta : Paradigma & Aqsa Publishing, 2007), h.397
[7] Ririn Noviyanti. Tinjauan Hisbah dalam Kegiatan Perekonomian, h.73
[8] M. Umer Chapra, Masadepan Ilmu Ekonomi, sebuah tinjauan Islam, (Jakarta: Gema Insani, 2001), h. 64
[9] Muhammad,Etika Bisnis Islami. (Yogyakarta:UPP AMP YKPN.2004), h.139
[10] Ahmad Ibrahim Abu Sinn.Manajemen Syariah:sebuah kajian historis dan kontemporer.(Jakarta:Raja Grafindo Persada.2006), h. 199
[11] Jaribah bin Ahmad al-Haritsi, Fikih Ekonomi Umar bin al-Khattab, ter. Asmuni Solihan Zamakhsyari, (Jakarta: Khalifa, 2006) hal. 595
[12] Lucky Enggrani Fitri, Peranan Wilyatul Hisbah dalam Pengawasan Pasar. (Jurnal: Mankeu, Vol 1, No1, 2012), h.69

Komentar

Postingan Populer