TEORI TAGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN DALAM ISLAM
BAB
VII
TEORI
TAGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN DALAM ISLAM[1]
A.
Lingkungan Organisasi Bisnis
Lingkungan adalah segala yang berada di luar organisasi dan selama ini
dianggap memberik pengaruh pada mereka yang terlibat di sekitar lingkungan
tersebut. Perusakan lingkungan saat ini dirasa sangat tinggi, dan dunia
industri telah ikut serta menyumbang terjadinya perusakan lingkungan tersebut.
Para pebinsis memiliki egoisme tinggi untuk mengejar keuntungan, karena dengan
perolehan keuntungan yang didapat ia mampu mengalokasikan itu semua sebagai
cadangan serta dapat dipakai sebagai dana investasi pengembangan bisnis.
Di sisi lain perusahaan dihadapkan dengan kondisi realita yaitu harus
bertanggungjawab terhadap lingkungan. Kategori bisnis yang dibangun memiliki
pengaruh kecil, sedang, dan besar pada dampak perusak lingkungan.[2]
B.
Tanggung Jawab Sosial
Perusahaan
Perusahaan harus bertanggung jawab kepada masyarakat atas keputusan yang
diambilnya, namun masyarakat harus menerima tanggung jawabnya untuk menetapkan
standar terhadap keputusan yang dibuat.
Istilah tanggung jawab sosial. Kami merujuk pada perhatian yang tepat dan
objektif bagi kesejahteraan masyarakat yang mengendalikan perilaku individu dan
perusahaan dari aktivitas yang merusak, tanpa melihat keuntungan dalam waktu
singkat yang diberikannya, dan menghasilkan kontribusi positif terhadap
kemajuan manusia, dengan cara yang bervariasi tergantung dari definisi kemajuan
manusia itu.[3]
Secara umum, SCR mencakup berbagai tanggung jawab yang dimiliki perusahaan
kepada masyarakat di mana perusahaan itu beroperasi. European Commision
mendefinisikan CSR sebagai “suatu konsep di mana perusahaan memutuskan dengan
sukarela untuk berkontribusi demi masyarakat yang lebih baik dan lingkungan
yang lebih bersih”. Secara khusus, CSR menyarankan bahwa perusahaan
mengidentifikasi kolompok pemegang kepentingan perusahaan dan memasukan
kebutuhan dan nilai-nilai mereka ke dalam proses pengambilan keputusan
strategis dan operasional perusahaan.
Para pendukung CSR memiliki beberapa dasar atas pendirian mereka bahwa
sebuah perusahaan seharusnya berada di atas atau melebihi maksimalisasi
keuntungan atau paling tidak aktivitas CSR berkontribusi pada tujuan tersebut.
Argumen atas CSR didasarkan baik pada prinsip ekonomi yang tujuannya secara sederhana
hanya untuk membantu dalam mendiskusikan wilayah perbedaan.
Pertama, beberapa perusahaan terlibat dalam upaya tanggung jawab sosial
perusahaan semata-mata bagi kepentingan umum dan tidak mengharapkan balasan
yang komersil atas kontribusinya.
Kedua, beberapa pendukung pandangan tanggung jawab sosial perusahaan
berargumen bahwa perusahaan memetik keuntungan dari kegiatan melayani sebagai
anggota komunitas dan karena itu memiliki kewajiban yang bersifat timbal balik
kepada komunitas tersebut.
Ketiga, model kepentingan pribadi yang tercerahkan dari Corporate Social
Responsibilitymenyatakan bahwa memasukkan tanggung jawab sosial perusahaan ke
dalam budaya perusahaan dapat menghasilkan keunggulan pasar yang kompetitif
bagi perusahaan yang bersangkutan yang dapat berkontribusi bagi merek
perusahaan pada saat ini dan di masa depan.[4]
Definisi format dari tanggung jawab sosial (Social responsibility) adalah
kewajiban manajemen untuk membuat pilihan dan mengambil tindakan yang berperan
dalam mewujudkan kesejahteraan dan masyarakat. Tanggungjawab perusahaan pada
masyarakat saat ini dikenal dengan istilah CSR (Corporate social responsibility).[5]
Pada dasarnya dengan penerapan CSR ada banyak manfaat yang akan diterima.
Ini sebagaimana dikatakan oleh Suhandari M. P. Bahwa manfaat CSR bagi
perusahaan antara lain:
a. Mempertahankan dan mendongkrak
reputasi serta citra mereka perusahaan.
b. Mendapatkan lisensi untuk
beroperasi secara sosial.
c. Mereduksi resiko bisnis perusahaan.
d. Melebarkan akses sumber daya
bagi operasi sosial.
e. Membuka peluang pasar yang
lebih luas.
f. Memproduksi biaya, mialnya
terkait dampak pembuangan limbah.
g. Memperbaiki hubungan dengan
stakeholder.
h. Memperbaiki hubungan dengan
regulator.
i.
Meningkatkan semangat dan produktivitas karyawan.
j.
Peluang mendapatkan penghargaan.[6]
C.
Etika Islam Dalam Tanggung
Jawab Sosial Organisasi Bisnis
Ada perbedaan mendasar dalam model ekonomi islam dan ekonomi lainnya, yaitu
ekonomi islam memadukan antara ilmu dan etika, atau juga seperti tidak
memisahkan antara ilmu-ilmu yang lain dengan etika apakah itu politik, teknik, antropologi, militer,
kedokteran dll. Islam merupakan risalah yang diturunkan Allah melalui rasul
untuk membenahi akhlak manusia. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah SAW bahwa
“Sesungguhnya aku diutus untuk
menyempurnakan akhlak manusia”
Sistem ekonomi islam lebih bertujuan untuk menciptakan keadaan yang lebih
baik bagi umat manusia dalam berkehidupan. Yaitu dengan cara memahami alquran
dan hadits tersebut serta mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari hari.
Posisi manusia sangat penting ini seperti firman Allah SWT “sesungguhnya aku
hendak menjadikan khalifah di atas muka bumi” (QS Al-Baqarah:30), dan yang di
tunjuk sebagai khalifah diatas muka bumi ini adalah manusia yang diberi hak
untuk mengelola isi bumi ini.[7]
D.
Tanggung Jawab Sosial
Perusahaan Dan GCG (Good Corporate Governance)
Kata bertanggung jawab dan tanggung jawab digunakan dalam beberapa cara
yang berbeda dan akan membantu jika kita cermati makna mereka yang
sesungguhnya. Tanggung jawab sosial adalah apa yang seharusnya atau semestinya
suatu perusahaan lakukan demi kepentingan masyarakat. Setelah memahami hal ini
kita dapat melihat bahwa perusahaan-perusahaan memiliki beberapa tipe tanggung
jawab sosial yang berbeda-beda.[8]
Corporate social responsibility adalah komitmen perusahaan atau
dunia bisnis untuk berkontribusi dalam pengembangan ekonomi yang berkelanjutan
dengan memperhatikan tanggung jawab sosial perusahaan dan menitikberatkan pada
keseimbangan antara perhatian terhadap aspek ekonomis, sosial dan lingkungan.
Definisi format dari tanggung jawab sosial (Social responsibility) adalah kewajiban manajemen untuk membuat
pilihan dan mengambil tindakan yang berperan dalam mewujudkan kesejahteraan dan
masyarakat. Tanggungjawab perusahaan pada masyarakat saat ini dikenal dengan
istilah CSR (Corporate social responsibility).[9]
Konsep Good Corporate Governance (GCG) menjadi bagian yang sangat sering
didiskusikan dengan tujuan agar para pihak mampu memahami manfaat atau dampak
positif dari penerapan konsep tersebut. Salah satu maksud dan tujuan dari Good
Corporate Governance (GCG) adalah mengharapkan berbagai perusahaan yang berada
disuatu negara mampu menjalankan aktivitas bisnis secara baik dan ikut serta
dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional yang beretika tinggi.[10]
Good Corporate Governance adalah suatu konsep yang memiliki idealisme untuk
mewujudkan tujuan-tujuan pemegang saham. Para pemegang saham menginginkan
keuntungan yang maksimal dalam setiap investasi yang dilakukan. Namun kadang
kala pihak manajemen perusahaan sering tidak mampu memenuhi keinginan yang
ditargetkan oleh para pemegang saham secara baik.[11]
Istilah Corporate Governance (CG) pertama kali dikenalkan oleh Cadbury Committee
tahun 1992 dalam laporannya yang dikenal sebgai Cadbury Report (Tjager dkk.,
2003). Sebelum kita lebih jauh memahami pengertian dari Good Corporate
Governance (GCG) perlu kiranya kita pahami terlebih dahulu pengertian dari
Corporate Governance (pengelolaan perusahaan) Corporate Governance adalah “refers to a group of people getting together
as one united body with the ask and responsibility to direct, control and role
with authority. On a collective effort this body empowered to regulate,
determine, restrain, urban exercise the authority given it” (Josep,2002).
Pemahaman Good Corporate Governance
tidak bias dikesampingkan dari shareholding theory. Shareholding theory
mengatakan bahwa perusahaan didirikan dan dijalankan untuk tujuan memaksimumkan
kesejahteraan pemilik/pemegang sahan sebagai akibat dari investasi yang
dilakukannya. Memang secara konsep pihak manajemen perusahaan bekerja untuk
memberikan kepuasan kepada para pemegang saham, dan pemegang saham memiliki
otoritas keputusan tinggi dalam menentukan keputusan yang bersifat penting bagi
perusahaan.
Adapun definisi Good Corporate Governance
dari Cadbury Committee yang berdasar pada teori stakeholder adalah sebagai
berikut :
“A
set of rules that define the relationship between shareholders, managers,
creditors, the government, employees and internal and external stakeholders in
respect to their rights and responsibilities”.
(Seperangkat aturan yang mengatur hubungan antara para pemegang saham,
manajer, kreditur, pemerintah, karyawan, dan pihak-pihak yang berkepentingan
lainnya baik internal maupun eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak
dan kewajiban mereka).
Sehingga disini jelas jika Corporate Governance ingin diarahkan untuk
menciptakan suatu bentuk organisasi bisnis yang bertumpu pada aturan-aturan
manajemen modern yang professional dengan konsep dedikasi
yang jauh lebih bertanggung jawab. Penafsiran bertanggung jawab dapat
diartikan sebagai keikutsertaan perusahaan secara jauh lebih dalam untuk ikut
berpartisipasi dalam membangun Negara dan bangsa, seperti peran perusahaan
sebagai penyedia lapangan kerja, dan pendukung penuntasan kemiskinan, tentunya
ini dapat dianggap jika konsep Good
Corporate Governance (GCG) benar-benar dijalankan dengan baik bisa memperingan tugas Negara dan memposisikan
perusahaan sebagai agent of defelopment (agen pembangunan).
Atas pendapat di atas kita dapat menarik satu pengertian dari Good Corporate
Governance (GCG). Good Corporate Governance (GCG) adalah suatu bntuk
keputusan dengan memposisikan perusahaan secara jauh lebih tertata dan
terstruktur, dengan mekanisme pekerjaan yang bersifat mematuhi aturan-aturan
bisnis yang telah digariskan serta siap menerima sanksi jika aturan-aturan
tersebut dilanggar.[12]
Corporate governance adalah suatu konsep yang memiliki idealiasme untuk
mewujudkan tujuan-tujuan pemegang saham7) Para pemegang saham menginginkan
keuntungan yang maksimal dalam setiap
investasi yang dilakukan. Namun dalam berbagai kasus yang terjadi kadangkala
pihak manajemen perusahaan sering tidak mampu memenuhi keinginan yang
ditargetkan oleh para pemegang saham secara baik.
Persoalan menjadi bertambah kompleks ketika pihak manajemen perusahaan
menguasai setiap informasi perusahaan secara maksimal, dan mampu mempengaruhi
berbagai keputusan internal perusahaan secara
jauh lebih dominan dibandingkan para pemegang saham. Dan setiap
keputusan serta kebijakan yang dibuat oleh manajemen perusahaan bisa mempengaruhi kinerja perusahaan, ini bisa
berdampak secara lebih jauh pada pembentukan harga saham di pasar.
Shleifer dan vishny, 1997, secara sempit mendefinisikan corporate
gofernance sebagai pengaturan institusional dengan hal mana penyedia keuangan
(supplier of finance) perusahaan yakin akan mendapatkan pendapatan yang pantas
atas investasinya .8) sedangkan macey (1998) menjelaskan corporate governance
ini sebagai mekanisme untuk mengontrol manajemen dari ketidakefisien mereka atau gagal memaksimumkan nilai.9)
Blair (1996) memberi definisi yang lebih luas dan lengkap terhadap corporate
governance ini yaitu satu kesatuan yang menyeluruh mulai dari pengaturan
hukum, budaya dan institusi sehingga
perusahaan publik dapat bekerja,
mengatur siapa yang mengontrol, bagaimana kontrol dilaksanakan dan bagaimana risiko dan pendapatan yang
diperoleh dari aktivitasnya
dialokasikan.
Salah satu konflik yng memungkinkan untuk terjadi adlah jika komisaris
perusahaan menginginkan agar pihak manajemen melaksanakan suatu project dimana pihak manajemen
perusahaan menganggap bahwa rencana project tersebut adalah tidak
realistis dengan kondisi dan situasi internl perusahaan. Karena pada prinsip
yang paling mengetahui tentang kondisi internal suatu perusahaan adalah pihak manajemen mulai dari kondisi
personalia , keuangan,pemasaran dan produksi serta berbagai faktor eksternal
lainnya. Konflik antara komisaris dan pihak manajemen dikenal dengan agency
theory.
Prinsipal adalah pemilik perusahaan atau pemegang saham dan agen adalah
manajemen perusahaan atau yang menjalankan perusahaan. Menurut arifin
“Pertentangan dan tarik menarik kepentingan antara prinsipal dan agen dapat
menimbulkan permasalahan yang dalam Agency Theory dikenal sebagai asymmetric
Information (AI) yaitu informasi yang tidak seimbang yang disebabkan karna
adanya distribusi informasi yang tidak sama antara prinsipal dan agen.
Ketergantungan pihak eksternal pada angka akuntasi, kecendurungan manajer untuk
mencari keuntungan sendiri dan tingkat
AI yang tinggi, menyebabkan keinginan besar bagi manajer untuk memanipulasi
kerja yang dilaporkan untuk kepentingan diri sendiri.”[13]
B. PENUTUP
1.
Kesimpulan
Lingkungan adalah segala yang berada di luar organisasi dan selama ini dianggap memberik
pengaruh pada mereka yang terlibat di sekitar lingkungan tersebut. Perusahaan harus bertanggung jawab kepada masyarakat atas
keputusan yang diambilnya, namun masyarakat harus menerima tanggung jawabnya
untuk menetapkan standar terhadap keputusan yang dibuat.
Ada perbedaan mendasar dalam
model ekonomi islam dan ekonomi lainnya, yaitu ekonomi islam memadukan antara ilmu dan etika, atau juga seperti tidak
memisahkan antara ilmu-ilmu yang lain dengan etika apakah itu politik, teknik, antropologi, militer,
kedokteran dll. Islam merupakan risalah yang diturunkan Allah melalui rasul
untuk membenahi akhlak manusia.
Corporate social responsibility adalah komitmen perusahaan atau
dunia bisnis untuk berkontribusi dalam pengembangan ekonomi yang berkelanjutan dengan memperhatikan tanggung jawab sosial perusahaan dan menitikberatkan pada
keseimbangan antara perhatian terhadap aspek ekonomis, sosial dan lingkungan.
2.
Saran
Penulis menyadari makalah ini masih banyak kekurangan,
maka dari itu penulis mengharapakan kritik dan saran dari pembaca sebagai
pedoman penulisan makalah yang lebih baik kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA
Hartman,
Desjardins, 2008, Etika Bisnis:
Pengambilan Keputusan untuk Integritas Pribadi & Tanggung Jawab Sosial,
Jakarta: Erlangga.
Irham Fahmi, 2014, Etika Bisnis: Teori, Kasus, dan Solusi, Bandung:
Alfabeta.
Irham Fahmi, 2015, Etika
Bisnis: Teori, Kasus, dan Solusi, Edisi Revisi, Bandung: Alfabeta.
[3] Hartman,
Desjardins, Etika Bisnis: Pengambilan
Keputusan untuk Integritas Pribadi & Tanggung Jawab Sosial, (Jakarta:
Erlangga, 2008), h. 153
[4] Hartman,
Desjardins, Etika Bisnis: Pengambilan
Keputusan untuk Integritas Pribadi & Tanggung Jawab Sosial, (Jakarta:
Erlangga, 2008), h. 155-156
[7] Irham
Fahmi, Etika Bisnis: Teori, Kasus, dan
Solusi, Edisi Revisi, (Bandung:
Alfabeta, 2015), h. 226
[8] Hartman,
Desjardins, Etika Bisnis: Pengambilan
Keputusan untuk Integritas Pribadi & Tanggung Jawab Sosial, (Jakarta:
Erlangga, 2008), h. 161
[10] Irham
Fahmi, Etika Bisnis: Teori, Kasus, dan
Solusi, Edisi Revisi, (Bandung:
Alfabeta, 2015), h. 60
[13] Irham
Fahmi, Etika Bisnis: Teori, Kasus, dan
Solusi, Edisi Revisi, (Bandung:
Alfabeta, 2015), h. 63-64
Komentar
Posting Komentar